December 6, 2024
News
Thursday, 5 Jan 2023
Industri mode adalah salah satu industri yang bergerak dengan cara community base atau bergantung pada komunitas. Karena sifatnya yang sangat personal, sesuai dengan gaya dan kebutungan masing-masing orang, maka bagi jenama mode target pasar mereka cukup tersegmentasi. Sehelai pakaian tidak dapat didesain untuk memenuhi standar kesukaan dan kebutuhan semua orang.
Pergerakan yang bergantung pada komunitas ini sedikit banyak mendikte ke mana arah tren fashion bergerak. Komunitas yang identik dengan lanskap fashion pada umumnya adalah orang-orang dari golongan kelas atas dan dianggap memiliki potongan tubuh ideal (dilihat dari kacamata mainstream beauty standard). Asosiasi kuat ini secara tidak langsung membuat banyak pergerakan dunia fashion tidak terasa relatable dan tidak inklusif untuk banyak orang.
Padahal, melihat sifat dasar dan tujuannya, industi mode semestinya menjadi tempat aman bagi siapapun untuk mengekspresikan diri bebas dari kekhawatiran dihakimi oleh orang lain.
Menyadari bagaimana fashion bergerak dengan cara yang kurang inklusif bagi banyak kalangan, sejumlah jenama mode memutuskan untuk mengangkat konsep inklusivitas dalam batang prinsip koleksi mereka. Secara jelas mereka memperkenalkan cara menyentuh topik inklusivitas dalam bentuk sebuah koleksi mode yang dapat dirayakan dan diapresiasi oleh siapa pun.
Comes in All Shapes and Sizes
Istilah 'all shapes and sizes' menjurus pada maksud gerakan inklusivitas yang menerima dan merayakan keindahan bentuk tubuh semua wanita terlepas dari hitungan berat dan tinggi badan. Standar kecantikan eurosentris yang tinggi jenjang, berkulit putih, berwajah kecil dengan mata besar dan hidung mancung dapat dipatahkan oleh senyum bahagia dan kebersamaan ragam wanita yang merasa percaya diri dalam tubuh dan kulitnya sendiri, memancarkan kecantikan yang tiada tara.
Konsep inklusivitas inilah yang diangkat oleh jenama swinwear Cover Me Not yang dibesut oleh model dan aktivis Kelly Tandiono. Sebagai seorang model, meskipun memiliki perawakan tanggi ramping yang sejalan dengan standar kecantikan industri mode pada umumnya, Kelly merasa tertantang untuk membuat desain pakaian yang ditujukan untuk semua wanita. Ia merasa bangga dan bahagia melihat banyak wanita Indonesia dengan beragam keunikan dan kecantikannya merasa bahagia mengenakan pakaian rancangannya.
(Foto: Parade penutup koleksi dari Cover Me Not yang menggemakan pesan inklusivitas)
Tercermin langsung dalam koleksinya, Kelly membuka show dengan menampilkan dua model yang memiliki sindrom dwarfisme berjalan di atas runway dengan percaya diri. Deretan model yang kemudian mengikuti di belakang mereka juga memiliki ragam bentuk tubuh dari kurus hingga berisi, tinggi dan pendek, semua tampak cantik menawan dan percaya diri dalam balutan swimwear yang mengaksentuasi keindahan tubuh mereka apa adanya.
(Foto: Range model yang berjalan untuk show ini sangat cantik beragam dan positif)
Koleksi ini diharapkan dapat menjadi validasi positif bagi para wanita bahwa apapun bentuk tubuhnya, itu adalah cantik yang nyata. Beauty comes in all shapes and sizes, dan Cover Me Not membuktikan itu.
Age is Just a Number
Bentuk inklusivitas lain yang disorot oleh jenama Sean Sheila adalah tentang proses alami penuaan yang tentunya akan dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali. Terdapat stigma negatif terhadap penuaan yang membuat banyak orang, mungkin khususnya wanita, begitu takut akan menua. Mulai dari garis halus, kerutan, pigmentasi, tubuh yang mungkin mengalami perubahan, menua dianggap musuh terbesar dari kecantikan.
Melihat pandangan ini, pasangan desainer Sean Loh dan Sheila Agatha mengangkat keindahan puitis dari proses penuaan. Menua bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti, usia hanyalah sebuah angka. Jika kita masih memiliki pola pikir yang maju, berbusana dengan percaya diri dan penuh gaya, maka tanda-tanda penuaan tidak perlu lagi dihiraukan.
(Foto: Model-model yang berjalan untuk Sean Sheila dengan ragam usia)
Menjadi simbolisasi keindahan penuaan, Sean Sheila menggunakan aksen dekoratif bunga-bunga kering dalam koleksinya. Bunga kering, memiliki pesona tersendiri yang tidak dimiliki bunga segar, bukti bahwa waktu tidak selalu mengikis. Selain dari simbolisasi bunga, Sean Sheila juga menghadirkan model-model yang sudah berusia paruh baya ke atas untuk berjalan menghidupkan koleksinya. Para model ini tampil anggun dan bersahaja dengan wajah terpulas riasan alami dan rambut abu-abu keperakan tidak ditutupi pewarna rambut.
Sean Sheila membuktikan bahwa industri fashion tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan muda saja. Sudah saatnya kita melupakan istilah, "Ah, sudah tidak umurnya," dan diganti dengan, "Usia itu hanya angka!"
Nantikan terus info terkini seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2023 di situs ini dan JFW.TV, juga bisa klik saja media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: Instagram, Facebook, TikTok, Twitter, dan Pinterest. (JFW)
Baca juga:
Terpilih Sebagai Color of The Year 2023, Ini 10 Inspirasi Outfit Viva Magenta dari Runway JFW 2023
8 Label Fashion yang Suka Bermain-Main Motif
16 Inspirasi Wedding Dress yang Anti-Mainstrem
Percikan Avant Garde dalam Lanskap Mode Indonesia
Mengenal 5 Prinsip Sustainable Fashion Para Desainer di JFW 2023
Foto: Dok. JFW
Latest News