Jakarta Fashion Week memiliki banyak program untuk mengembangkan potensi dan menambah pengetahuan para penggiat dan pelaku fashion Indonesia. Salah satunya, melalui berbagai kelas, workshop, dan sharing session yang diharapkan dapat menginspirasi dan menambah pengetahuan benih-benih potensi kreatif nasional.
Pada 4 April 2018, Jakarta Fashion Week kembali bekerja sama deng
an Istituto Marangoni, sekolah fashion, seni, dan desain terkemuka dari Italia. Telah bekerjasama selama lebih dari delapan tahun, kemitraan Jakarta Fashion Week dengan Istituto Marangoni menunjukkan komitmen Jakarta Fashion Week untuk memajukan pengetahuan insan mode Indonesia dan membawa para talenta tanah air ke kancah global. Di sisi lain, Istituto Marangoni dapat menemukan bibit-bibit binaan baru yang dapat mereka asuh menjadi suar mode masa depan.Istituto Marangoni adalah sekolah mode dan desain yang berbasis di Milan. Sejak pendiriannya di tahun 1935, sekolah ini telah mendirikan cabang di Florence, London, Paris, Shanghai, Shenzhen, Mumbai, dan Miami. Untuk workshop kali ini, Istituto Marangoni mendatangkan salah satu pengajarnya, yaitu
Abdullah Abo Milhim. Ia adalah seorang ahli dalam bidang finansial dan mengajar berbagai subjek mulai dari
Fashion Business,
Fashion and Luxury Brand Management,
Fashion Promotion hingga
Fashion Buying.
Workshop berbentuk
sharing session bersama Abdullah dilangsungkan mulai pukul 13.30 WIB di FASHIONLINKxBLCKVNUE Store, lantai 1 Senayan City, dengan tema besar “
Trend Creation in The Age of Big Data & Disruption”.
Abdullah memulai dengan mengingatkan pentingnya kemampuan mengatur finansial dalam industri fashion sebelum menjelaskan definisi big data dan pengaruhnya terhadap industri fashion. ‘Big Data’ adalah ketersediaan data secara terstruktur maupun tidak terstruktur yang terkumpul dan tersimpan dengan seketika. Pelaku fashion harus memiliki kemampuan untuk menggunakan adanya data ini untuk memperkirakan dan memahami perilaku konsumen, agar tidak menghadapi masalah dalam mendapatkan konsumen baru.
Menurut Abdullah, banyak label besar yang mengalami kesulitan karena generasi sekarang sangatlah matang dan mampu mencari informasi dan data; mereka dapat mencari tahu apa yang mereka mau beli dan siapa yang mendesain barang tersebut. Jika sebuah label tidak tahu cara menangani ‘Big Data’ maka label tersebut akan mengalami kesulitan menghadapi konsumen yang sudah tahu lebih banyak dari label itu sendiri.
Selain itu, rancangan mengenai konsep toko juga sangatlah penting. Menurut Abdullah, kebanyakan konsumen lebih tertarik pada ‘pengalaman’ bukan hanya konsep pemasaran seperti iklan. Abdullah menambahkan, masyarakat atau konsumen kini sudah berpindah darii toko konvensional, ke toko berkonsep karena menurutnya toko yang membosankan dan tidak menawarkan pengalaman apapun kurang mendorong konsumen untuk membeli produk mereka.
Ia menjadikan Fashionlink x Blckvnue Store sebagai contoh toko berkonsep. Menurut Abdullah, semua yang ia lihat di Fashionlink x Blckvnue Store tampak mengasyikkan dan keren, ada space yang luas, penempatan tidak terlalu padat, dan pencahayaannya sempurna.
Selanjutnya ia juga menjelaskan pengaruh teknologi terhadap industri fashion, seperti 3D printing yang dapat memotong biaya produksi bagi perusahaan, tapi sekaligus mengurangi lapangan pekerjaan karena mengurangi sumber daya manusia yang dibutuhkan.
Contoh lain adalah pakaian yang dapat mendeteksi kondisi tubuh pemakainya, sehingga berarti perusahaan pakaian tersebut dapat memperoleh terlalu benyak informasi dari konsumennya. Lalu ada pula situs di mana Anda bisa menyewa pakaian desainer, sehingga bisa jadi mengurangi keinginan konsumen untuk membeli.
Satu hal yang terus Abdullah tekankan selama workshop adalah mengenai ‘business model’ bahwa setiap label pastinya memiliki filosofi dan ideologi sendiri, yang bisa dituangkan menjadi ‘
business model’.
"Jika sebuah label melihat bisnisnya tidak berkembang, mereka harus mempertimbangkan untuk mengubah business model-nya, tapi label tersebut harus tetap melekat pada DNA atau filosofinya," kata Abdullah.
Penulis: Ziggy Zeircka