Perayaan Jakarta Fashion Week dibuka kemarin (Sabtu, 21/10/2017) di Senayan City. Hari pertama ditutup dengan penampilan 11 Retrospective Designers dalam tajuk “Genggam 10 Juta Jari”. Kesebelas desainer tersebut dipilih karena sukses menjadi pionir mode yang paling berpengaruh di Jakarta Fashion Week selama 10 tahun penyelenggaraannya. Tiap-tiap desainer mewakili satu masa perkembangan mode.
Edward Hutabarat mewakili penyelenggaraan di tahun 2008 saat Jakarta Fashion Week masih memakai nama Festival Mode Indonesia. Saat itu, Edward Hutabarat: Part One dirilis, menjadi magnet yang membuat pekan mode sekaligus koleksi tahun itu laris manis.
Tahun 2009 diwakili oleh CIEL, pemenang pertama Cleo Fashion Award yang juga dimulai pada tahun yang sama. Label CIEL masih terus menunjukkan performa gemilang dan merupakan salah satu label yang sesuai dalam mewujudkan visi misi JFW untuk pasar busana siap pakai.
Kolaborasi internasional rintisan JFW dimulai tahun 2010, dan desainer yang digandeng pertama kali adalah Sebastian Gunawan. Inisiasi kolaborasi ini sendiri dimulai sejak tahun 2009 dengan industri kreatif India. Kesuksesan Sebastian Gunawan menunjukkan kreasi mode nasional di panggung global membuat dirinya terpilih untuk bekerja bersama Lie Sang Bong, desainer kawakan Korea Selatan.
Menjadi trendsetter juga merupakan salah satu prestasi utama seorang desainer. Sapto Djojokartiko berhasil menegaskan standar pakaian pesta untuk wanita dengan gebrakan koleksinya di tahun 2011.
Membicarakan pengaruh, tentu kita tidak bisa melupakan Tex Saverio, yang juga merupakan salah satu anggota pertama yang terpilih untuk angkatan pertama Indonesia Fashion Forward di tahun 2012. Kisah sukses Tex Saverio, yang berhasil menembus Hollywood saat pakaiannya terpilih untuk menjadi wardrobe Lady Gaga dan Jennifer Lawrence, berhasil memicu tumbuhnya generasi muda untuk turut berkarya di bidang mode.
Tak hanya berhenti di situ, program inkubasi intensif Indonesia Fashion Forward berhasil membimbing label Major Minor yang langsung digaet oleh raksasa retail Harvey Nichols untuk tampil di pekan mode Tokyo. Kisah sukses Major Minor menjadi momen krusial mode nasional untuk tahun 2013.
Desainer senior Itang Yunasz mewakili kegemilangan kreasi anak bangsa di tahun 2014 yang secara konsisten menghadirkan peragaan tunggal setiap tahunnya.
Anne Avantie dan Obin bersinergi menjadi simbolisasi tahun 2015. Kedua desainer kawakan ini setia menggali warisan nusantara dan mewujudkannya dalam berbagai kreasi mode.
Desainer aksesori yang terkenal radikal, Rinaldy Yunardi, menjadi sorotan utama tahun 2016. Desain aksesorinya yang memang memukau dan tidak ada duanya sudah lama menjadi langganan selebriti, baik nasional maupun internasional.
Sedangkan puncak prestasi anak bangsa di tahun 2017 didiami oleh Toton Januar. Merek besutannya, Toton, berhasil merajai International Woolmark Prize wilayah Asia dan menjadi penghuni yang cukup rutin menghiasi AQ Market Showroom di Paris Fashion Week.
Penulis: Zea Zabrizkie/Tim Liputan Jakarta Fashion Week 2018
Penyunting: Dolly Sylvia/Tim Liputan Jakarta Fashion Week 2018