Panggung Center Stage Jakarta Fashion Week 2025 dibuka dengan eksplorasi ragam gaya mengenakan kain tradisional bersama komunitas Remaja Nusantara. Pada sesi ini,
Jason Verrel, Community Manager dari Remaja Nusantara dan juru wastra Swara Gembira, serta
Myura Blessya Vevanya, anggota komunitas Remaja Nusantara dan bagian dari juru busana pergelaran Swara Gembira, menghadirkan demonstrasi langsung teknik berkain.
Styling demo ini dipandu oleh
Putri Anindya dari FLUI Media yang lebih dahulu menyoroti kekayaan budaya Indonesia melalui wastra. Remaja Nusantara mengajak anak muda untuk merangkul kreativitas dan merayakan kebebasan berekspresi dalam berkain.
Demo Kain: Wiru Jawa dan Gaya Bali
Menurut Jason, ada dua gaya berkain yang paling sering digunakan dalam keseharian, yaitu gaya Wiru Jawa dan gaya Bali. Jason menggambarkan Wiru Jawa sebagai gaya yang leluasa, yang menciptakan siluet ramping, dan tidak ribet. Ia menekankan bahwa model ini mampu menonjolkan siluet pemakainya, membuat penampilan lebih anggun tanpa terkesan berlebihan.
Meski demikian, Jason juga mengakui bahwa ada tantangan dalam mempelajari gaya ini, terutama bagi mereka yang baru mulai berkain. Namun, bagi yang sudah terbiasa, gaya ini bisa menjadi pilihan utama untuk tampil elegan dan praktis.
“Butuh penyesuaian dan usaha lebih untuk terbiasa, apalagi ada beberapa pantangan yang mungkin membuat orang ragu untuk mulai,” tambahnya. “Tapi dengan latihan, gaya ini bisa menjadi pilihan utama untuk tampil elegan dan praktis.”
Selanjutnya, Jason mendemonstrasikan gaya Bali. Ia menyebut bahwa pada gaya ini, kain selalu diikat dengan kuat agar kain tetap kencang dan rapi. Keunikan dari gaya Bali juga terletak pada atasan berupa kemben dan pemakaian slendang (
senteng) sebagai pelengkap busana yang sering dipakai oleh perempuan Bali.
Versatile untuk Berbagai Gender
Sesi interaktif dengan audiens memberikan kesempatan untuk menggali lebih dalam tentang mengkespresikan diri melalui
styling berkain. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengenai perbedaan gaya berkain untuk laki-laki dan perempuan.
Jason menyampaikan bahwa gaya berkain tidak mengenal batasan gender. Ia menyemangati audiens untuk tidak terlalu terikat pada aturan. “Perbedaannya mungkin hanya pada detail kecil seperti arah lilitan kain. Namun, esensi dari berkain adalah kebebasan berekspresi,” jelasnya.
Pertanyaan lainnya menyentuh soal
styling, seperti bagaimana cara menghindari tampilan kain yang tebal dan menumpuk. Jason menjawab dengan memberikan tips praktis dari pengalaman di Remaja Nusantara. Katanya, “Jangan menggenggam kain saat melipat, terutama lipatan pertama, supaya kain tidak terlihat menggantung atau terlalu tebal di bagian pinggang.”
Salah satu audiens juga mengaku sering memakai kain, tapi tidak memahami filosofi di baliknya. Myura menjawab dengan santai, “Sebenarnya tidak ada aturan khusus untuk berkain. Memang ada aturan di keraton terkait motif tertentu, tapi secara umum, berkain itu bebas. Tidak perlu merasa harus tahu filosofinya untuk bisa memakainya.”
Jason menambahkan, “Jangan sampai aturan atau stigma membatasi eksplorasi berkain. Misalnya, ada ulos yang katanya tidak boleh dipakai karena motif kematian, tapi sebenarnya, asalkan kalian nyaman dan paham konteksnya, tidak masalah. Berkain itu bebas. Ikuti saja preferensi gaya berbusana kita masing-masing, yang penting nyaman dan percaya diri,” pungkas Jason.
Remaja Nusantara merupakan komunitas berkain yang dinaungi oleh Swara Gembira. Komunitas ini menggagas kampanye berkain untuk memperkenalkan gata berkain untuk keseharian sejak tahun 2020. Bagi Remaja Nusantara berkain adalah ekspresi kebebasan. Dari kain Wiru Jawa hingga gaya Bali, berkain bukan hanya soal tradisi, tapi juga soal kenyamanan dan kreativitas.
Dapatkan info lainnya dari pergelaran Jakarta Fashion Week 2025
di situs ini, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini:
Instagram,
Facebook,
TikTok,
Twitter, dan
Pinterest.
Teks: Riza Arya (FLUI Media)
Foto: JFW