News

Koleksi Sarat Rasa dari Rinda Salmun dan Sean Sheila di JFW 2022

Saturday, 27 Nov 2021

by JFW

Suatu hari saya pernah mencoba berbincang dengan Siri dan ia berkata, “From our deepest sorrow comes our biggest joy.” Ketika saya menyaksikan koleksi teranyar Rinda Salmun dan Sean Sheila di panggung Jakarta Fashion Week 2022 (27/11), saya teringat kembali dengan petuah gadget mungil saya itu.

Pada show ERHA presents Rinda Salmun & Sean Sheila di Jakarta Fashion Week 2022 yang berlangsung pada 27 November 2021, kedua desainer ini dengan cara yang berbeda, terinspirasi dari kesukaran hidup dan menyulam duka menjadi sebuah koleksi yang hidup! Kesulitan yang menempa Van Gogh sepanjang hidupnya menjadi inspirasi utama Rinda Salmun. Sementara kisah tragis film Lord of the Flies menjadi inspirasi utama bagi Sean & Sheila.

Rinda Salmun menceritakan bagaimana ia terinspirasi dari kehidupan Van Gogh sebagai seniman. Oleh karena itu mengambil aspek-aspek keseharian dari kehidupan di masa Van Gogh hidup sebagai inspirasi utamanya. Potongan celana dan kemeja yang longgar serta gaun dengan pinggang yang ketat menjadi dua hal yang sering dijumpai di koleksi Rinda Salmun kali ini.

Lain lagi dengan Sean & Sheila yang mengadaptasi film Lord of the Flies. Film ini menceritakan kehidupan sekelompok anak yang terdampar di sebuah pulau tanpa orang dewasa. Anak-anak ini lantas terjebak dalam kesukaran hidup melampaui usia mereka. 

Pakaian compang-camping yang muncul dalam film ini diadaptasi oleh Sean Sheila dalam bentuk cut out yang playful dan tak terduga. Tentu saja, dengan proporsi dan desain yang lebih rapi dan clean. Sementara unsur tropikal di film tersebut mewujud dalam bentuk bordiran bunga di tiap-tiap koleksi dengan berbagai ukuran. 

Menyulap Bahan Lama Menjadi Baru

Sebagian besar koleksi Sean Sheila kali ini terlihat menggunakan bahan mengilat serupa silk yang kaku. “Kami menggunakan plastik yang didaur ulang dan ditenun menjadi kain,” jelas Sheila selepas show. Itu material ini memberikan efek mengilat sekaligus memberikan sedikit struktur untuk tiap-tiap piece.

Telah cukup lama sebetulnya Sean Sheila menggunakan tekstil dari bahan alami atau plastik daur ulang. “Sebisa mungkin kami menggunakan bahan-bahan alami, akan tetapi tergantung kebutuhan dan ketersediaan bahan. Sudah lama kami meminimalisasi penggunaan polyeseter,” sambung Sheila.

Tidak hanya Sean Sheila, Rinda Salmun juga menggunakan material yang cukup unik untuk koleksinya kali ini. Alih-alih membeli gulungan kain baru, ia justru meminta kawan-kawannya di media sosial untuk menyumbangkan pakaian bekas atau tak terpakai sebagai bahan baku pembuatan koleksinya. 

“Awalnya saya tanya di Instagram siapa yang punya pakaian bekas, silakan dikirim ke saya,” jelasnya. Hasilnya bukan hanya teman-teman terdekat, tetapi juga mereka yang memiliki konveksi turut menyumbangkan pakaian-pakaian sampel atau reject kepada Rinda untuk diolah menjadi koleksi baru.

Dengan gaya dekonstruktif ia menyulap rupa-rupa pakaian sumbangan tersebut menjadi sesuatu yang lebih bergaya. Patching menjadi teknik utama yang digunakan Rinda dalam merancang koleksi ini. Ada bagian celana yang menempel pada kemeja, atau potongan coat serta celana yang dialihfungsikan sebagai rok dan sebagainya. Semuanya menggunakan pakaian-pakaian hasil sumbangan.

Tentu tidak semua digunakan. Sisanya masih ia simpan dan pilah ulang. Semisal ada bahan yang dirasa tidak layak untuk digunakan lagi, Rinda tetap tidak membuangnya. “Kain tersebut kami cacah jadi sangat kecil lalu kami bawa ke pengrajin di Magelang untuk ditenun dan dijadikan kain baru,” jelas Rinda.

Baik Rinda Salmun maupun Sean Sheila akhirnya mempersembahkan kecintaan mereka akan kehidupan lewat koleksi mereka—all parts of it. Itu mengapa kesukaran yang menjadi inspirasi keduanya justru disulap menjadi sebentuk keindahan yang baru.