Show paling ditunggu, Dewi Fashion Knights sekaligus sebagai perayaan ulang tahun ke-5 majalah Dewi, memilih 5 sosok desainer untuk memeriahkan Jakarta Fashion Week (JFW) 2013. Dengan tema âThe Next Chapterâ, koleksi 5 desainer pilihan ini diharapkan dapat menginspirasi cara pandang baru untuk dunia mode Indonesia.
Terinspirasi gaya Mod anak muda London tahun 1960-an, Priyo Oktaviano secara ekstrim meleburkannya dalam gaya punkish bad boys and bad girls pada koleksi busana genderless (bisa dipakai oleh pria maupun wanita) bertajuk âUltra Modâ. Rok Peplum bervolume tampak menghiasi runway, disusul deretan celana Bermuda penuh lipit dan tekstur geometris. Belum lagi motif musical, seperti tuts piano, dan motif geometric optical yang seluruhnya hadir dalam warna hitam dan putih dengan berbagai bentuk; mulai dari blazer, blus, legging, hingga celana. Tata rambut ala The Beatles tahun 70-an dan punk, ditambah piercing serta tato warna-warni yang menghiasi lengan sungguh dramatis. Perhatikan juga koleksi wedges dan boots yang super edgy!
Seperti biasa, detail mahal dan unik kembali mewarnai koleksi penuh intrik dari Sapto DJojokartiko. Kali ini, ia banyak mengandalkan teknik laser cut yang diaplikasikan pada kemeja, bodycon dress, dan blazer. Bentuk lengan mutton tampak memberi twist pada koleksi yang didominasi warna silver, putih, dan coklat ini.
Menggunakan material transparan yang tampak watery dan membiaskan cahaya, seperti organdi, Deden Siswanto menerjemahkan âIn the Dim Lightâ sebagai kehidupan temaram para seniman wayang yang jauh dari kesejahteraan hidup. Bersiluet H dan I, rangkaian dress serta jaket dirancang longgar dan mengembang seolah tertiup angin, seperti tata rambut blown-by-the-wind yang dipilihnya. Deden memanfaatkan teknik patchwork dan pleats dalam palet warna yang menggambarkan bias lampu seperti coklat, khaki, dan moss green.
Masih berkaitan dengan wayang, Ghea Panggabean justru terinspirasi simbol-simbol pewayangan beserta tokoh-tokohnya yang dituangkan dalam motif digital print menyerupai tato. Dengan berani, Ghea memadukan digital print tersebut dengan bahan tulle yang transparan serta velvet yang sangat lembut dan shiny. Salah satunya, gaun velvet merah marun berpotongan dada super rendah yang dilapisi tulle transparan bermotif wayang pada bagian bahu, pundak, punggung, dan lengan.
Lain halnya dengan Oscar Lawalata Couture yang sepenuhnya terinspirasi Paris era 1920-an. Mengupas sisi eksotika wanita, Oscar merancang flapper dress yang dihiasi fringe atraktif dari untaian benang satin, yang dipelopori desainer legendaris Paul Poiret pada era itu. Nyaris seragam, semua dress dirancang berpotongan midi dengan bagian punggung yang rendah. Warna-warna eksotis seperti merah, hijau toska, hitam, peach orange, dan mustard yang dipilihnya tampak selaras. (Jenny Feng/Tim Peliput Cleo)