Itang Yunasz memang tidak ada matinya. Sejak debutnya sebagai juara Lomba Perancang Mode (LPM) 1981, langkahnya sebagai desainer tak pernah surut, bahkan terus bertahan di papan atas perancang busana Tanah Air. Bahkan, setelah ia memutuskan berfokus kepada segmen busana muslim, atau yang kini dikenal sebagai modest wear, sekalipun pada 2000. Semua itu tak lepas dari usahanya yang tak kenal lelah menggali dan mengeksplorasi banyak hal demi memperkaya rancangannya.
Setelah sebelumnya ia asyik bermain digital print dengan warna-warna cerah, kini ia mengeksplorasi motif dan warna-warna natural yang diangkat dari budaya Kalimantan, yang akan mendominasi rancangannya untuk 2016. Hasil eksperimen dan eksplorasi terbarunya itu ia tampilkan dalam fashion show tunggalnya, pada hari kedua perhelatan Jakarta Fashion Week 2016, di Fashion Tent, Senayan City.
Suasana pedalaman Kalimantan sangat terasa lewat motif-motif digital print rancangan Itang, seperti motif anyaman akar rotan, Ulap Doyo, bunga jahe, bunga kecombrang, hingga burung enggang khas Kalimantan. Untuk menambah eksotika, Itang memilih warna-warna alam, antara lain cokelat, merah tanah, hijau pupus , off white dan hitam, di atas material, seperti brokat, sifon, katun, crepe, satin, bahkan taffeta dan organdi.
Untuk busana wanita, Itang menyajikan mulai dari dress, abaya, kaftan, celana panjang longgar, rok panjang, hingga jubah panjang. Sedangkan untuk pria, ia menghadirkan aneka tunik, outer jacket dari bahan tenun ikat, kemeja longgar dari brokat dan sebagainya. Tak biasa, tapi menarik dan eksperimental.
Itang juga menambahkan suasana petualangan di dalam shownya kali ini. Hal itu terlihat dari aksesori pelengkap berupa topi pandan dan topi kain, kacamata hitam, hingga sepatu-sepatu model ankle boots peeptoe, slingback sandal fringe, serta loafer sol tebal, seolah mengajak penonton ikut melakukan perjalanan ekspedisi budaya bersamanya. Ya, Itang Yunasz memang tidak ada matinya.
